Mitologi Yunani berpuncak pada Perang Troya serta peristiwa-peristwia setelahnya. Perang Troya terjadi ketika pasukan Yunani menyerang kota Troya di Asia Kecil. Dalam karya-karya Homeros, misalnya Iliad,
cerita utamanya sudah memiliki bentuk dan substansi, sedangkan
tema-tema individunya baru muncul kemudian, khususnya dalam drama
Yunani. Perang Troya juga menimbulkan ketertarikan yang besar dalam budaya Romawi karena adanya kisah mengenai Aineias,
seorang pahlawan Troya yang berhasil menyelamatkan diri ketika Troya
dihancurkan. Dikisahkan bahwa dalam perjalanannya, Aineias mendirikan
kota yang kemudian menjadi kota Roma. Kisah tersebut diceritakan dalam Aeneid karya Virgilus. Buku satu dalam Aeneid sendiri berisi versi paling terkenal mengenai penghancuran Troya.[64] Sumber lainnya mengenai Perang Troya adalah dua pseudo-kronik dalam bahasa Latin yang ditulis atas nama Diktis Kretensis dan Dares Phrygios.[65]
Siklus Perang Troya, suatu kumpulan wiracarita mengena Perang Troya, dimulai dengan sejumlah peristiwa yang kemudian berujung pada peperangan, antara lain kisah tentang Eris dan apel emas Kallistinya, Keputusan Paris, penculikan Helene, dan pengurbanan Ifigeneia di Aulis. Untuk mendapat Helene kembali, pasukan Yunani melakukan ekpspedisi besar-besaran di bawah komando saudara Menelaos, yakni Agamemnon, raja Argos atau Mykenai. Namun pihak Troya tidak mau menyerahkan Helene sehingga pasukan Yunani harus menggunakan cara-cara kekerasan. Iliad, yang berlatar pada tahun kesepuluh dalam Perang Troya, mengisahkan persilisihan antara Agamemnon dan Akhilles, yang merupakan salah satu prajurit Yunani terhebat. Iliad juga menceritakan kematian Patroklos, sahabat dan kekasih pria Akhilles, yang mengabaikan nasehat Akhilles sehingga pada akhirnya Patroklos dibunuh oleh Hektor, putra sulung Priamos. Akhilles marah besar dan balas membunuh Hektor. Setelah Hektor meninggal, pihak Troya dibantu oleh dua sekutu tambahan, yaitu Penthesileia, ratu suku Amazon, dan Memnon, raja Ethiopia dan putra Eos, dewi fajar.[66]
Akhilles membunuh keduanya, namun kemudian Paris berhasil membunuh
Akhilles dengan cara memanahnya di bagian tumitnya. Tumit Akhilles
adalah satu-satunya bagian tubuhnya yang tidak kebal terhadap senjata
manusia. Sebelum dapat menaklukan Troya, pasukan Yunani harus terlebih
dahulu mengambil Palladium (patung kayu Athena) dari kuil di Troya. Dan pada akhirnya, dengan bantuan dewi Athena, pasukan Yunani membuat sebuah kuda kayu raksasa dan berpura-pura pergi dari Troya. Sebenarnya Kassandra, putri Priamos, sudah memperingatkan bahwa kuda itu berbahaya, akan tetapi rakyat Troya dipengaruhi oleh Sinon,
orang Yunani yang berpura-pura telah melepaskan diri dari pasukan
Yunani. Rakyat Troya pun membawa kuda itu masuk ke dalam kota sebagai
persembahan untuk dewi Athena. Laokoon,
seorang pendeta mencoba menghancurkan kuda itu, akibatnya dia tewas
dimakan oleh ular laut kiriman Poseidon. Pada malam harinya, armada
Yunani kembali ke Troya, sementara para prajurit Yunani yang berdiam
dalam kuda kayu keluar dan membuka gerbang Troya. Malam itu pun menjadi
malam kehancuran untuk Troya. Priamos dan semua putranya dibantai,
sedangkan semua wanita Troya dijadikan budak dan dijual ke berbagai kota
di Yunani.
Dua wiracarita kuno, yaitu Nostoi ("Kembali") yang kini hilang dan Odisseia karya Homeros, menceritakan perjalanan pulang para pemimpin Yunani seusai Perang Troya (termasuk pengembaraan Odisseus dan pembunuhan Agamemnon). Sementara itu petualangan Aineias diceritakan dalam wiracarita Aeneid.[67]
Siklus Perang Troya juga meliputi kisah-kisah petualangan anak-anak
dari para tokoh yang terlibat Perang Troya, seperti msialnya Orestes dan Telemakhos.[66]
Perang Troya memunculkan beragam tema dan menjadi sumber inspirasi
utama untuk para seniman Yunani Kuno. Salah satu karya seni yang
mengambil tema dari Perang Troya adalah metope di kuil Parthenon
yang menggambarkan penghancuran Troya. Pilihan artistik ini, yang
mengambil tema dari Siklus Troya, mengindikasikan bahwa ksiah itu sangat
penting bagi peradaban Yunani Kuno.[67]
Kisah Perang Troya juga mengilhami serangkaian tulisan sastra Eropa
posterior. Contohnya para penulis yang menulis mengenai Troya di Eropa
Abad Pertengahan. Mereka tidak terkait dengan Homeros dan menemukan
banyak kisah kepahlawanan dan cerita romantis dalam legenda Troya serta
kerangka yang cocok yang ke dalamnya mereka memasukkan gagasan-gagasan
mereka sendiri mengenai nilai-nilai kesatria, kesopanan, dan kegagahan.
Penulis abad ke-12, misalnya Benoît de Sainte-Maure (Roman de Troie [Roman Troya, 1154–60]) dan Joseph dari Exeter (De Bello Troiano
[Mengenai Perang Troya, 1183]) menggambarkan peperangan di Troya sambil
menulis kembali versi standar yang mereka temukan dari naskah kuno
karya Diktis dan Dares. Dengan demikian mereka telah mengikuti nasehat-nasehat Horatius dan contoh-contoh Virgilus, yaitu mereka menulis kembali sajak Troya dan bukannya menulis sesuatu yang benar-benar baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar